Beranda | Artikel
Saat Wudhu, Apakah Mengusap Kepala dan Telinga Dipisah?
Senin, 27 Juli 2015

Apakah benar dipisah antara mengusap kepala dan telinga saat berwudhu?

Dalam Bulughul Maram pada hadits no. 42 tentang tata cara wudhu disebutkan hadits berikut,

وَعَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ زَيْدٍ { رَأَى النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَأْخُذُ لِأُذُنَيْهِ مَاءً غَيْرَ الْمَاءِ الَّذِي أَخَذَهُ لِرَأْسِهِ } .أَخْرَجَهُ الْبَيْهَقِيُّ ، وَهُوَ عِنْدَ مُسْلِمٍ مِنْ هَذَا الْوَجْهِ بِلَفْظِ : { وَمَسَحَ بِرَأْسِهِ بِمَاءٍ غَيْرِ فَضْلِ يَدَيْهِ } ، وَهُوَ الْمَحْفُوظُ

Dari ‘Abdullah bin Zaid, ia melihat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengambil air untuk kedua telingannya dengan air yang berbeda dengan yang diusap pada kepalanya. Diriwayatkan oleh Al-Baihaqi.

Dalam riwayat Muslim disebutkan dengan lafazh, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengusap kepalanya dengan air yang bukan sisa dari tangannya.” Inilah hadits yang mahfuzh.

 

Takhrij Hadits

Hadits yang pertama diriwayatkan oleh Al-Baihaqi dalam kitab sunannya (1: 65), dari riwayat Al-Haitsam bin Kharijah, dari ‘Abdullah bin Wahb. Ia berkata: Telah menceritakan padaku ‘Amr bin Al-Harits, dari Hibban bin Wasi’ Al-Anshari, bahwa bapaknya telah menceritakan padanya, ia mendengar ‘Abdullah bin Zaid menceritakan bahwa ‘Abdullah melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengambil air untuk kedua telinganya bukan dengan air yang digunakan untuk kepala. Artinya, saat wudhu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memisah antara kepala dan telinga, tidak bersambung.

Hadits yang kedua diriwayakan oleh Muslim no. 236 dari jalur Harun bin Ma’ruf, Harun bin Sa’id Al-Ayliy dan Abu Thahir, dari ‘Abdullah bin Wahb, seterusnya. Dalam riwayat Muslim hanya disebutkan bahwa Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak menggunakan air bekas dari tangannya. Namun ini tidak menunjukkan bahwa Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam memisah antara kepala dan telinga saat wudhu. Hadits Muslim cuma menunjukkan beliau menggunakan air baru lagi untuk mengusap kepala setelah sebelumnya mencuci kedua tangannya.

Ibnu Hajar berkomentar bahwa hadits Muslim itu mahfuzh, yaitu diriwayatkan oleh perawi yang lebih tsiqah (kredibel) menyelisihi yang tsiqah. Syadz adalah kebalikan dari mahfuzh.

Berarti riwayat Al-Baihaqi adalah riwayat syadz. Karena Al-Haitsam bin Kharijah walaupun tsiqah (kredibel) namun ia menyelisihi yang lebih maqbul (yang lebih diterima) karena yang mengambil hadits dari ‘Abdullah bin Wahb yang jumlahnya lebih banyak meriwayatkan dengan lafazh seperti pada hadits Muslim, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengusap kepalanya dengan air yang bukan sisa dari tangannya.” Di situ tidak menyebutkan dipisah antara kepala dan telinga.

Kesimpulannya, hadits riwayat Al-Baihaqi tidaklah shahih walaupun periwayat yang ada di dalamnya kredibel. Namun karena syadz, yaitu menyelisihi riwayat yang lebih kuat, maka tidak diterima. Selamat dari syadz ini dipersyaratkan untuk dikatakan suatu hadits itu bisa shahih atau bisa diterima. Al-Baihaqi juga sudah mendatangkan riwayat Muslim, lantas beliau berkata,

وَهَذَا أَصَحُّ مِنَ الَّذِى قَبْلَهُ

“Hadits ini lebih shahih dari hadits sebelumnya.”

 

Pemahaman Hadits

Hadits Al-Baihaqi menjadi pegangan Imam Ahmad dan Imam Syafi’i bahwa untuk telinga diambil air baru lagi yang tidak sama dengan air untuk kepala.

Sedangkan hadits riwayat Muslim hanya menjelaskan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengambil air yang baru lagi untuk kepala, tidak menggunakan air sisa membasuh tangan sebelumnya. Sehingga hadits Muslim ini tidak mendukung pendapat yang menyatakan memisah antara kepala dan telinga.

Imam Nawawi dalam Syarh Shahih Muslim (3: 111), “Hadits tersebut menunjukkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menggunakan air baru, bukan air yang ia gunakan untuk tangannya.”

Ibnul Qayyim rahimahullah menyatakan, “Tidaklah ada hadits shahih dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang menyatakan bahwa beliau mengambil air baru untuk kedua telinganya (setelah mengusap kepalanya, pen.). Yang ada hanyalah dari Ibnu ‘Umar. Namun tidak shahih jika hal itu disandarkan pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.” (Zaad Al-Ma’ad, 1: 187)

Ada hadits dari Malik dalam Al-Muwatha’ (1: 34) dalam pembahasan Thaharah disebutkan Bab “Mengusap kepala dan kedua telinga.” Sanad hadits ini shahih dan inilah dalil yang jadi pegangan Imam Syafi’i rahimahullah.

حَدَّثَنِي يَحْيَى عَنْ مَالِكٍ عَنْ نَافِعٍ :أَنَّ عَبْدَ اللهِ بْنَ عُمَرَ كَانَ يَأْخُذُ الماءَ بِأُصْبُعَيْهِ لِأُذُنَيْهِ

Telah menceritakan padaku Yahya, dari Malik, dari Nafi’, ia berkata, “’Abdullah bin ‘Umar mengambil air dengan kedua jarinya untuk kedua telinganya.” (Lihat catatan kaki Zaad Al-Ma’ad, 1: 187-188)

 

Apakah Dipisah antara Kepala dan Telinga?

Imam Asy-Syaukani rahimahullah menyebutkan, para ulama berselisih pendapat dalam masalah ini. Imam Malik, Imam Syafi’i, Imam Ahmad, Abu Tsaur bahwa yang untuk telinga diambil air baru lagi. Sedangkan Al-Hadi, Ats-Tsauri, Abu Hanifah, telinga diusap dengan kepala dengan satu air (bersambung, tidak dipisah). Ibnu ‘Abdil Barr berkata, “Diriwayatkan dari sekelompok sahabat dan tabi’in yang berpendapat seperti ini (yaitu menyambung antara mengusap kepala dan telinga, pen.). (Nail Al-Authar, 1: 467-468)

Yang lebih baik ketika mengusap kepala dilanjutkan dengan mengusap telinga tanpa mengambil air yang baru. Dalilnya adalah hadits Abu Umamah –walau diperselisihkan ini adalah perkataan Abu Umamah ataukah langsung sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam-,

الأُذُنَانِ مِنَ الرَّأْسِ

Dua telinga adalah bagian dari kepala.” (HR. Abu Daud no. 134, Tirmidzi no. 37 dan Ibnu Majah no. 444. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini hasan).

Banyak sahabat juga yang menyebutkan hadits di atas selain Abu Umamah yaitu dari Abu Hurairah, Ibnu ‘Umar, Ibnu ‘Abbas, ‘Aisyah, Abu Musa, Anas, dan ‘Abdullah bin Zaid. (Lihat catatan kaki Subulus Salam tahqiq Muhammad Shabhiy Hasan Hallaq, 1: 202)

Muhammad bin Isma’il Al-Amir Ash-Shan’ani rahimahullah menjelaskan, “Walaupun sanad hadits ini dikritik, akan tetapi ada berbagai jalan yang menguatkan satu sama lain. Sebagai penguat hadits tersebut adalah hadits yang mengatakan bahwa mengusap dua telinga adalah sekaligus dengan kepala sebanyak sekali. Hadits yang menyebutkan seperti ini amatlah banyak, ada dari ‘Ali, Ibnu ‘Abbas, Ar-Rabi’ dan ‘Utsman. Semua hadits tersebut sama membicarakan bahwa mengusap kedua telinga sekaligus bersama kepala sebanyak sekali usapan. Sebagaimana hal ini adalah makna zhahir (tekstual) dari kata marroh (yang artinya: sekali). Jika untuk mengusap kedua telinga digunakan air yang baru, tentu tidak dikatakan, “Mengusap kepala dan telinga sebanyak sekali”. Jika ada yang memaksudkan bahwa beliau tidaklah mengulangi mengusap kepala dan telinga, akan tetapi yang dimaksudkan adalah mengambil air yang baru, maka ini pemahaman yang terlalu jauh.

Adapun pemahaman lain dari hadits (ta’wil hadits), yang menyatakan bahwa air yang digunakan untuk mengusap kedua telinga berbeda dengan kepala, bisa dipahami kalau air yang ada di tangan ketika mengusap kepala sudah kering, sehingga untuk mengusap telinga digunakan air yang baru lagi.” (Subulus Salam, 1: 202-208)

Kesimpulannya, mengusap kepala dilanjutkan dengan mengusap telinga dengan menggunakan air sisa mengusap kepala. Mengusap kepala dan telinga adalah sebanyak sekali. Lihat bahasan lainnya: Meluruskan Tata Cara Wudhu.

 

Referensi:

Al-Minhaj Syarh Shahih Muslim bin Al-Hajjaj. Cetakan pertama, tahun 1433 H. Yahya bin Syarf An-Nawawi. Penerbit Dar Ibnul Jauzi.

Minhah Al-‘Allam fi Syarh Bulugh Al-Maram. Cetakan keempat, tahun 1433 H. ‘Abdullah bin Shalih Al-Fauzan. Penerbit Dar Ibnul Jauzi.

Nail Al-Authar min Asrar Muntaqa Al-Akhbar. Cetakan kedua, tahun 1429 H. Muhammad bin ‘Ali bin Muhammad Asy-Syaukani. Penerbit Dar Ibnul Qayyim.

Subul As-Salam Al-Muwshilah ila Bulugh Al-Maram. Cetakan kedua, tahun 1432 H. Muhammad bin Isma’il Al-Amir Ash-Shan’ani. Penerbit Dar Ibnul Jauzi.

Taysir Musthalah Al-Hadits. Cetakan kesepuluh, tahun 1425 H. Dr. Mahmud Ath-Thahhan. Penerbit Maktabah Al-Ma’arif.

Zaad Al-Ma’ad fi Hadyi Khairul ‘Ibad. Cetakan keempat, tahun 1425 H. Ibnu Qayyim Al-Jauziyah. Tahqiq: Syaikh Syu’aib Al-Arnauth dan Syaikh ‘Abdul Qadir Al-Arnauth. Penerbit Muassasah Ar-Risalah.

 

Selesai disusun di Panggang, Gunungkidul @ Darush Sholihin, sore hari 11 Syawal 1436 H

Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel Rumaysho.Com

Ikuti update artikel Rumaysho.Com di Fans Page Mengenal Ajaran Islam Lebih Dekat (sudah 3,6 juta fans), Facebook Muhammad Abduh Tuasikal, Twitter @RumayshoCom, Instagram RumayshoCom

Untuk bertanya pada Ustadz, cukup tulis pertanyaan di kolom komentar. Jika ada kesempatan, beliau akan jawab.


Artikel asli: https://rumaysho.com/11491-saat-wudhu-apakah-mengusap-kepala-dan-telinga-dipisah.html